Saturday, December 18, 2010

Wayang Kulit Collection of Shadow Puppets

The real beginnings of Indonesian immigration to Canada can be traced to the late 1960s and political unrest in Indonesia. Many Indonesians settled in the cities of Toronto and Vancouver. In 2006 the census recorded a total of 14,320 people of Indonesian origin living in Canada, with 6,325 living in Ontario and 4,640 living in British Columbia.

The wayang kulit shadow puppets of Indonesia are such an important cultural and artistic legacy that UNESCO designated the tradition as a Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Wayang performances date back to at least 930 A.D., and were probably part of active community life for many generations before that date. The most popular stories depicted are excerpts from the Mahabarata and the Ramayana, epic poems composed in India thousands of years ago.

Wayang kulit are made from stiff thick water buffalo leather. Each puppet is hand made, with the delicate openwork punched though with sharp knives and chisels. The support rods are made from buffalo horn, beautifully shaped, heated and bent into sweeping arcs and tied to the puppet with soft cotton thread.

The wayang kulit collection at the Simon Fraser Museum of Archaeology and Ethnology, featured here in the Multicultural Canada site, was commissioned and created between 1870 and 1920. The donor inherited the collection, and brought it to Canada in the early 1960s. He gave the collection to SFU in 1996, when it was featured in the university’s 40th anniversary celebrations. A major exhibit, ‘Crossing Oceans, Crossing Cultures’ was mounted in the museum gallery in 2009. With the Multicultural Canada site, the wayang are now publicly and globally available. You are invited to marvel at their intricate beauty, to learn the teachings of the wayang about good and evil, respect, duty, friendship and loyalty by viewing the videos associated with the collection and working through the learning modules. In doing so, you will gain an appreciation for the powerful traditions and beautiful art styles brought to Canada by new Canadians from Indonesia.

Collection contributed by: Museum of Archaeology and Ethnology, Simon Fraser University

http://www.multiculturalcanada.ca/wkcsp

Search the Wayang Kulit Collection of Shadow Puppets

Browse the Wayang Kulit Collection of Shadow Puppets

RADEN GATOTKACA

Raden Gatotkaca

Raden Gatotkaca adalah putera Raden Wrekudara yang kedua. Ibunya seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi di Pringgandani. Waktu dilahirkan Gatotkaca berupa raksasa, karena sangat saktinya tidak ada senjata yang dapat memotong tali pusatnya. Kemudian tali pusat itu dapat juga dipotong dengan senjata Karna yang bernama Kunta, tetapi sarung senjata itu masuk ke dalam perut Gatotkaca, dan menambah lagi kesaktiannya.
Dengan kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi dengan segala kesaktian; karena. itu Raden Gatotkaca berurat kawat, bertulang besi, berdarah gala-gala, dapat terbang di awan dan duduk di atas awan yang melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang di awan bagai kilat dan liar bagai halilintar. Kesaktiannya dalam perang, dapat mencabut leher. musuhnya dengan digunakan pada saat yang penting. Gatotkaca diangkat jadi raja di Pringgadani dan ia disebut kesatria di Pringgadani, karena pemerintahan negara dikuasai oleh keturunan dari pihak perempuan. Dalam perang Baratayudha Gatotkaca tewas oleh senjata Kunta yang ditujukan kepada Gatotkaca. Ketika Gatotkaca bersembunyi dalam awan. Gatotkaca jatuh dari angkasa dan mengenai kereta kendaraan Karna hingga hancur lebur. Gatotkaca beristerikan saudara misan, bernama Dewi Pregiwa, puteri Raden Arjuna.


Dalam riwayat, Gatotkaca mati masih sangat muda, hingga sangat disesali oleh sekalian keluarganya.
Menurut kata dalang waktu Raden Gatotkaca akan mengawan, diucapkan seperti berikut :
Tersebutlah, pakaian Raden Gatotkaca yang juga disebut kesatria di Pringgadani: Berjamang mas bersinar-sinar tiga susun, bersunting mas berbentuk bunga kenanga dikarangkan berupa surengpati. (Surengpati berarti berani pada ajalnya. Sunting serupa ini juga dipakai untuk seorang murid waktu menerima ilmu dari gurunya bagi ilmu kematian, untuk lambang bah.wa orang yang menerima ilmu itu takkan takut pada kematiannya). Bergelung (sanggul) bentuk supit urang tersangga oleh praba, berkancing sanggul mas tua bentuk garuda membelakang dan bertali ulur-ulur bentuk naga terukir, berpontoh nagaraja, bergelang kana (gelang empat segi). Berkain (kampuh) sutera jingga, dibatik dengan lukisan seisi hutan, berikat-pinggang cindai hijau, becelana cindai biru, berkeroncong suasa bentuk nagaraja, uncal diberi emas anting.


Diceritakan, Raden Gatotkaca waktu akan berjalan ia berterumpah Padakacarma, yang membuatnya dapat terbang tanpa sayap. Bersongkok Basunanda, walaupun pada waktu panas terik takkan kena panas, bila hujan tak kena air hujan. Diceritakan Raden Gatotkaca menyingsingkan kain bertaliwanda, ialah kain itu dibelitkan pada badan bagian belakang Raden Gatotkaca segera menepuk bahu dan menolakkan kakinya kebumi, terasa bumi itu mengeram di bawah kakinya. Mengawanlah ia keangkasa.
Wayang itu diujudkan sebagai terbang, ialah dijalan kain, dari kanan ke kiri, dibagian kelir atas beberapa kali lalu dicacakkan, ibarat berhenti di atas awan, dan dalang bercerita pula, Tersebutlah Raden Gatotkaca telah mengawan, setiba di angkasa terasa sebagai menginjak daratan, menyelam di awan biru, mengisah awan di hadapannya dan tertutuplah oleh awan di belakangnya, samar samar tertampak ia di pandangan orang. Sinar pakaian Gatotkaca yang kena sinar matahari sebagai kilat memburunya. Maka berhentilah kesatria Pringgadani di awan melintang, menghadap pada awan yang lain dengan melihat ke kanan dan ke kiri. Setelah hening pemandangan Gatotkaca, turunlah ia dari angkasa menuju ke bumi,
Adipati Karna waktu perang Baratayudha berperang tanding melawan Gatotkaca. Karna melepaskan senjata kunta Wijayadanu, kenalah Gatotkaca dengan senjata itu pada pusatnya. Setelah Gatotkaca kena panah itu jatuhlah Gatotkaca dari angkasa,, menjatuhi kereta kendaraan Karna, hingga hancur lebur kereta itu.
Tersebut dalam cerita, Raden Gatotkaca seorang kesatria yang tak pernah bersolek, hanya berpakaian bersahaja, jauh dari pada wanita. Tetapi setelah Gatotkaca melihat puteri Raden Arjuna, Dewi Pregiwa, waktu diiring oleh Raden Angkawijaya, Raden Gatotkaca jatuh hati lantaran melihat puteri itu berhias serba bersahaja. Berubah tingkah Raden. Gatotkaca ini diketahui oleh ibunya (Dewi Arimbi) dengan sukacita dan menuruti segala permintaan Raden Gatotkaca. Kemudian puteri ini diperisteri Raden Gatotkaca.

BENTUK WAYANG

Gatotkaca bermata telengan (membelalak), hidung dempak, berkumis dan beryanggut. Berjamang tiga susun, bersunting waderan, sanggul kadal-menek, bergaruda membelakang, berpraba, berkalung ulur-ulur, bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain kerajaan lengkap.
Gatotkaca berwanda 1 Guntur, 2 Kilat 3 Tatit. 4 Tatit sepuh, 5 Mega dan 6 Mendung.

Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.

Sekilas Tentang Cerita Ramayana

Prabu Dasaratha dari negeri Ayodya memiliki empat putra; Rama, Bharata, Laksmana dan Satrughna. Maka suatu hari seorang resi bernama Wiswamitra memohon bantuan Sri Paduka Dasaratha untuk menolongnya membebaskan pertapaannya dari serangan para raksasa. Maka Rama dan Laksamana berangkat.

Di pertapaan, Rama dan Laksmana menghabisi semua raksasa dan kemudian mereka menuju negeri Mithila di mana diadakan sebuah sayembara. Siapa menang dapat mendapat putri raja bernama Sita. Para peserta disuruh merentangkan busur panah yang menyertai kelahiran Sita. Tak seorangpun berhasil kecuali Rama, maka mereka pun menikah dan lalu kembali ke Ayodya.

Di Ayodya Rama suatu hari akan dipersiapkan dinobatkan sebagai raja, karena ia adalah putra sulung. Namun Kaikeyi, salah seorang istri raja Dasaratha yang bukan ibu Rama berakta bahwa sri baginda pernah berjanji bahwa Bharata lah yang akan menjadi raja. Maka dengan berat hati raja Dasaratha mengabulkannya karena memang pernah berjanji demikian. Kemudian Rama, Sita dan Laksmana pergi meninggalkan istana. Selang beberapa lama, raja Dasaratha meninggal dunia dan Bharata mencari mereka. Ia merasa tidak pantas menjadi raja dan meminta Rama untuk kembali. Tetapi Rama menolak dan memberikan sandalnya (bahasa Sansekerta: pâduka) kepada Bharata sebagai lambang kekuasaannya.

Relief Sita yang diculik. Relief ini terdapat di Candi Prambanan, Jawa Tengah.

Maka Rama, Sita dan Laksmana berada di hutan Dandaka. Di sana ada seorang raksasi bernama Surpanakha yang jatuh cinta kepada Laksmana dan ia menyamar menjadi wanita cantik. Tetapi Laksmana tak berhasil dibujuknya dan malahan akhirnya ujung hidungnya terpotong. Surpanakha marah dan mengadu kepada kakaknya sang Rahwana (Rawana) dan membujuknya untuk menculik Sita dan memperistrinya. Akhirnya Rahwana menyuruh Marica, seorang raksasa untuk menculik Sita. Lalu Marica bersiasat dan menyamar menjadi seekor kijang emas yang elok. Sita tertarik dan meminta suaminya untuk menangkapnya. Rama meninggalkan Sita bersama Laksmana dan pergi mengejar si kijang emas. Si kijang emas sangat gesit dan tak bisa ditangkap, akhirnya Sri Rama kesal dan memanahnya. Si kijang emas menjerit kesakitan berubah kembali menjadi seorang raksasa dan mati. Sita yang berada di kejauhan mengira yang menjerit adalah Rama dan menyuruh Laksamana mencarinya. Laksmana menolak tetapi akhirnya mau setelah diperolok-olok dan dituduh Sita bahwa ia ingin memilikinya. Akhirnya Sita ditinggal sendirian dan bisa diculik oleh Rahwana.

Teriakan Sita terdengar oleh burung Jatayu yang pernah berkawan dengan prabu Dasaratha dan ia berusaha menolong Sita. Tetapi Rahwana lebih kuat dan bisa mengalahkan Jatayu. Jatayu yang sekarat masih bisa melapor kepada Rama dan Laksmana bahwa Sita dibawa ke Lengka, kerajaan Rahwana.

Kemudian Rama dan Laksmana mencari kerajaan ini. Di suatu daerah mereka berjumpa dengan kera-kera dan seorang raja kera bernama Bali yang menculik istri kakaknya. Akhirnya Bali bisa dibunuh dan istrinya dikembalikan ke Sugriwa dan Sugriwa bersedia membantu Rama. Akhirnya dengan pertolongan bala tentara kera yang dipimpin Hanuman, mereka berhasil membunuh Rahwana dan membebaskan Sita. Sita lalu diboyong kembali ke Ayodya dan Rama dinobatkan menjadi raja.

Sumber dari wikipedia.org ( Ensiklopedia Bebas )

"Kakawin Ramayana"


ISTILAH PEWAYANGAN

Istilah Pewayangan

Berikut ini adalah sebutan yang digunakan dalam dunia pewayangan:

  1. Begawan adalah sebutan untuk seorang pendeta yang berasal dari raja yang meninggalkan kerajaan.
  2. Batara atau Betara adalah sebutan untuk tokoh wayang yang berjiwa Ketuhanan, dan merupakan titisan Dewa.
  3. Dahyang: sama dengan sebutan Pendeta.
  4. Dewa: sebutan untuk tokoh wayang yang berjiwa Ketuhanan.
  5. Dewi: sebutan untuk seorang puteri kerajaan atau sebutan untuk dewa perempuan
  6. Yanggan : sebutan rendahan dari tokoh Wasi.
  7. Resi : sebutan untuk seorang yang suci.
  8. Sang: awalan sebutan yang luhur.
  9. Pandita : sebutan seorang yang luhur jiwanya.
  10. Wara : sebutan seorang yang tersohor, baik laki-laki atau perempuan.
  11. Wasi sebutan seorang pendeta yang agak rendahan.
  12. Putut : sebutan seorang murid atau pelayan pendeta.
  13. Cekel: hamba seorang pendeta yang dianggap keluarga.
  14. Cantrik : hamba atau anak murid pendeta.
  15. Prabu : sebutan seorang raja.

Sumber : http://wayangku.wordpress.com/